Pelajaran Ibrahim pada Anak dan Istrinya

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi, Nasrani ataupun Majusi, melainkan Ia seorang yang Hanif

                Ibadah haji merupakan warisan dari Nabi Ibrahim yang paling mahsyur dan diteruskan oleh Rasulullah Muhammad Sawe. Setiap tahun, jutaan kaum muslim dari seluruh penjuru dunia beribadah di kota suci tersebut. Melakukan serangkaian ibadah sejak tanggal 9-10 Zulhijjah, mulai dari Wukuf hingga Tahallul dan puncaknya adalah lempar jumrah. Biayanya pun tidak sedikit, terutama yang tempatnya jauh dari Mekkah. Tidak ada pahala bagi Haji Mabrur kecuali surga, demikianlah hadis Nabi menjelaskan betapa pentingnya ibadah tersebut bagi yang mampu, yakni mereka yang memiliki biaya dan mampu ‘berjalan’ kesana.

                Apa makna yang dapat dipetik dari ibadah haji? Ibadah haji tak lepas dari sosok Nabi Ibrahim, kekasih Allah atau Qalilullah. Beliau yang diperintah Allah membangun Baitullah, setelah sebelumnya terbengkalai, Baitullah yang sudah ada sejak zaman Nabi Adam, kemudian tenggelam di masa banjir Nabi Nuh, kemudian dibangun lagi oleh Ibrahim dan putranya Ismail. Namun yang terpenting adalah bagaimana perjuangan Nabi Ibrahim sebelum berada di Mekkah, sebuahceruk di tengah-tengah gurun  yang tidak ada apa-apanya. Tetapi karena itu perintah Allah, Beliau yang taat tak bisa menolak perintah tak bisa menolak.

                Sebagaimana kita ketahui, Ibrahim beristrikan Sarah dan Hajar, Sarah memiliki anak yang menurunkan Nabi-Nabi dari Bani Israil, tetapi ketika pindah dari Palestina ke Mekkah, dengan istri Beliau Sarah belum memiliki anak. Bersama dengan Hajar dan putranya yang masih bayi, Ismail pindah ke ceruk di rengah-tengah gurun yang tidak ada apa-apanya. Bahkan waktu itu Hajar mondar-mandir mencari air karena anaknya kehausan, si kecil Ismail mengetuk-ngetuk tanah hingga memancarlah air yang disebut zam-zam bahkan sumbernya tak pernah kering sampai sekarang.

                Kita tak mampu membayangkan ketabahan Hajar berada di tengah gurun yang kering dan tandus seorang diri, tetapi waktu itu Ibrahim hanya bisa pasrah dan menitipkan semuanya pada Allah. Beliau mendoakan agar keturunannya menjadi keturunan yang shalih dan shalihah, Ia juga mendoakan agar negeri yang ditinggalinya menjadi negeri yang penuh berkah. Doa Nabi Ibrahim tersebut pada akhirnya terjawab, keturunan Nabi Ibrahim dari Ishaq menurunkan Nabi-Nabi seperti, Ishaq, Yaqub, Yusuf, Ayyub, Zulkifli, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa, sedangkan dari keturunan Ismail menurunkan Nabi Muhammad, dimana Ismail adalah leluhur dari Suku Jurhum yang melahirkan Qushai, kakek moyang Rasulullah.

                Juga negeri yang ditinggali Nabi Ibrahim, Mekkah al Mukarramah, setelah Rasulullah berhaji, seluruh kaum muslim sejak itu mengikuti perintah Rasulullah untuk minimal setahun sekali bisa beribadah ke Baitullah. Banyak yang bisa kita ambil dari pelajaran Haji, di samping untuk menghormati soko guru atau tempat ibadah yang pertama kali dibangun manusia, beribadah haji memperlihatkan toleransi antar sesama umat manusia. Manusia berkulit apapun, ketika beribadah haji memakai kain ihram yang sama, baik yang kaya maupun miskin semua harus menanggalkan perhiasan. Begitu pula dengan syariat kurban, ketika seluruh manusia melakukan ibadah haji, kaum muslim di seluruh penjuru dunia melakukan ibadah kurban. Kurban hukumnya sunnah, hanya yang mampu saja yang melakukan, selebihnya kaum muslim lain yang menikmati daging kurban, baik unta, sapi atau kambing. Kurban juga mencerminkan solidaritas sosial global, daging kurban dari Indonesia bisa dikirim ke saudara-saudara muslim di Palestina, dan negeri-negeri perang lainnya, ini sekaligus menunjukkan kepedulian, tepat seperti yang disabdakan oleh Rasulullah, kaum muslim seperti satu tubuh, bila yang satu merasakan sakit, yang lain akan turut merasakannya. Tak hanya tentang solidaritas, kurban juga mengajarkan tentanag tauhid, peperangan dengan setan, musuh abadi manusia yang sengaja dihadirkan untuk menghalang-halangi manusia untuk masuk surga. Suatu kali dalam perjalanannya untuk menunaikan perintah Allah, dimana anak Ibrahim, Ismail, yang memasuki usia remaja diperintahkan Allah disembelih. Ismail yang taat pada Allah sama sekali tidak menolak perintah itu, “Jika itu memang perintah Allah, laksanakan saja, insya Allah engkau akan mendapati aku hambamu yang taat” kata Ismail menjadikan Ibrahim tidak ragu-ragu melaksanakannya.

                “Jika memang engkau takut aku nanti memberontak pada saat disembelih, ikatlah aku agar aku tidak memberontak” kata Ismail. Itu tentang Ismail yang mengikuti millah Ibrahim yang Hanif. Hanif tak sekedar taat, Hanif adalah proses menuju ketaatan yang diiringi dengan kebaikan. Hanif itu seperti yang pernah dikatakan oleh KH. Zainuddin MZ, jika diperintah untuk meletakkan gelas di pinggir meja, Ia menengahkannya karena di pinggir meja riskan untukjatuh.

                Sebelum Ismail akan disembelih, setan menghalang-halanginya menghasutnya dengan keragu-raguan lewat Ibrahim, Hajar, bahkan Ismail sendiri, tetapi karena mereka yakinini perintah Allah, betapa didikan Nabi Ibrahim sangat kuat pada keluarganya menyebabkan setan itu justeru dilempar dengan batu. Kita tak bisa membayangkan jika itu terjadi pada keluarga kita hari ini, kita tak setangguh mereka, tetapi kita bisa belajar bagaimana seorang Ibrahim mengelola keluarganya, menanamkan pondasi Tauhid ketika mereka berhijrah ke Mekkah, ketika Ismail disembelih, jika tak memiliki pondasi yang kuat tak mungkin bisa melewati ujian Allah yang sungguh berat ini.

Chat WhatsApp